Kamis, 28 April 2016

MAKALAH TEORI PEMILIHAN BAHASA KEDUA



TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu tugas
Mata Kuliah “Bahasa Indonesia MI/SD 1”
Diampu oleh :
Dra. Siti Zumrotul Maulida, M.Pd.I


Disusun oleh:
Neda Aulia Ifadani    (1725143201)
Nila Rukmana Sari    (1725143206)
Siti Hartatik                (1725143272)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN IIIE
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2015




A.    PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk berinteraksi antara sesamanya. Sejak lahir manusia telah memiliki kemampuan dan kesiapan untuk memperoleh dan mempelajari bahasa. Pada tahap awal perkembangannya manusia mulai masuk dalam tahap pemerolehan bahasa Ibu atau bahasa pertama yaitu proses pemerolehan bahasa yang pertama kali. Pemerolehan bahasa pertama bertujuan untuk komunikasi antara Ibu dan anak bahkan dengan keluarga serta lingkungan sekelompoknya pada masa waktu tertentu. Setelah seseorang memperoleh bahasa pertama, bahasa lainnya dalam hal ini disebut bahasa kedua. Untuk memahami teori pemerolehan bahasa kedua pada suatu individu, dalam makalah ini akan diterangkan teori serta metode pengajaran bahasa kedua.
1.2    Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah dapat dirumuskan seperti berikut.
1.2.1        Apa definisi Pemerolehan Bahasa Kedua?
1.2.2        Apa definisi Metode Pengajaran Bahasa Kedua?
1.2.3        Apa macam-macam Metode Pengajaran Bahasa Kedua?
1.3  Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang dicapai dalam penelitian sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mendeskripsikan definisi Pemerolehan Bahasa Kedua.
1.3.2        Untuk mendeskripsikan Metode Pengajaran Bahasa Kedua.
1.3.3        Untuk mendeskripsikan macam- macam Metode Pengajaran Bahasa Kedua.


B.     PEMBAHASAN
2.1 Teori Pemerolehan Bahasa Kedua
a.    Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Bahasa merupakan alat yang dipergunakan untuk komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa sendiri yang dikuasai bersama bahasa ibu oleh pemakai bahasa.[1]
Pemerolehan Bahasa Kedua  dalam Bahasa Inggris (Second-language acquisition) adalah studi yang membahas tentang bagaimana bahasa kedua dipelajari oleh individu, dengan kata lain yaitu studi tentang akuisisi atau pemerolehan bahasa selain bahasa ibu.
Menurut Dardjowidjojo istilah pemerolehan dipakai untuk menerjemahkan bahasa Inggris, aquesition yang diartikan sebagai proses penguasaan bahasa secara alami dari seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya.[2]
Ada beberapa pengertian terhadap pemerolehan bahasa kedua yaitu:
1)      Menurut Wikipedia, pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa ibu mereka. Pemerolehan bahasa kedua merujuk kepada apa yang siswa lakukan dan tidak merujuk pada apa yang guru lakukan.
2)      Menurut Chaer A. dan Agustina, Pemerolehan bahasa kedua atau bilingualisme adalah rentangan bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya menguasai B2 sama baiknya denganB1.[3]
3)      Menurut Akhadiah, dkk , pemerolehan bahasa kedua adalah proses saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah lebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya.[4]
b.   Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa Kedua
Tahap 1 : Preproduksi
Tahap awal adalah preproduksi, yang dikenal juga dengan periode diam, di mana pelajar tak banyak bicara karena mereka hanya memiliki kosakata reseptif hingga 500 kata. Tetapi, tidak semua pelajar melalui tahap periode diam. Beberapa pelajar langsung memasuki tahap berbicara, meskipun kata-kata yang mereka gunakan hanya meniru, bukan kreativitas sendiri. Bagi para pelajar yang melewati periode diam, biasanya hal itu hanya berjalan selama tiga sampai enam bulan.
Tahap 2 : Produksi awal
Tahap kedua dari pemerolehan bahasa kedua adalah produksi awal, dimana dalam tahap ini pelajar dapat berbicara dalam frasa pendek antara satu atau dua kata. Mereka juga dapat mengingat potongan-potongan kata dalam bahasa kedua, meskipun masih mengalami banyak kesulitan dan kesalahan saat menggunakannya. Pelajar bahasa kedua dalam tahap ini telah memiliki baik kosakata aktif dan pasif sekitar 1000 kata. Tahap ini normalnya berlangsung selama enam bulan.
Tahap 3 : Awal bicara
Tahap ketiga adalah awal bicara. Kosakata pelajar bahasa kedua pada tahap ini meningkat hingga 3000 kata, dan mereka mampu berkomunikasi menggunakan kalimat tanya sederhana. Mereka juga masih mengalami kesalahan gramatika.
Tahap 4 : Fasih
Tahap setelah awal bicara adalah fasih menengah, yaitu tahap di mana pelajar telah memiliki lebih dari 6000 kosakata, dan dapat menggunakan kalimat dengan struktur yang lebih kompleks.Pada tahap ini juga mereka mampu berbagi pikiran dan pendapat. Namun, tetap saja pelajar masih menemukan kesalahan selama membentuk kalimat-kalimat kompleks.
Tahap 5 : Mahir
Tahap terakhir adalah mahir, yang biasanya tercapai antara lima sampai sepuluh tahun belajar bahasa kedua. Pada tahap ini, kemampuan pelajar semakin dekat dengan penutur asli.


2.2  Pengertian Metode Pengajaran Bahasa Kedua
Metode didefinisikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki. Selain itu metode juga didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai sistem perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan menyajikan materi pelajaran Bahasa Indonesia secara teratur.
Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang  untuk mendapatkan hasil pembelajaran tertentu. Tiap-tiap metode pengajaran menggunakan asumsi tertentu tentang sifat bahasa, proses belajar, peran guru dan peran pembelajar, serta jenis-jenis kegiatan pembelajaran dan meteri pengajaran.[5]
Ada beberapa metode pengajaran bahasa kedua yaitu sebagai berikut :
1.      Senyap
Metode ‘Senyap’, metode ini dikemukakan oleh G. Lozanov, seorang pakar kedokteran, psikologi dan pendidikan pada pertengahan tahun1960.Metode ini lebih menekankan pada penggunaan perasaan, sebuah terapi pendidikan secara psikologis. Pengajaran dengan metode ini meminta pengaturan khusus terhadap suasana kelas, satu bagian yang menjadikan suasana kelas sebagai materi pelajaran tak langsung. Di dalam kelas dapat di tambahkan aksesoris pendukung seperti menggantung gambar peta negara yang bahasanya sedang dipelajari ataupun menyetel sebuah lagu secara terus-menerus sebagai backsound pada saat mengajar.[6]

2.      Respon Fisik Total ( Total Physical Response)
Seperti halnya pada metode langsung dalam proses pengaajaran hanya digunakan bahasa kedua saja. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah dikembangkan secara penuh, seperti halnya dengan anak-anak belajar bahasa ibu mereka, sebelum ada partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat diharapkan.
Guru memberikan contoh gerakan atau tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa secara tidak langsung mendapatkan struktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa target.[7]
Ada tiga gagasan pokok yang melandasi gagasan ini :
a.    Pemahaman bahasa lisan harus mendahului kemampuan berbicara.
b.    Pemahaman dan retensi paling baik dicapai melalui gerakan fisik pelajar sebagai tanggapan terhadap perintah. Bentuk perintah dalam bahasa merupakan sarana yang ampuh karena dapat digunakan untuk mengarahkan perilaku pelajar serta membimbing pada pemahaman melalui tindakan.
c.    Pelajar jangan dipaksa berbicara sampai mereka siap. Setelah mereka menginternalisasi bahasa kedua, kemampuan berbicara akan tumbuh dengan sendirinya.
Dalam pelaksanaannya di kelas, pendekatan ini diterapkan melalui langkah – langkah:
1)   Latihan mendengarkan : Pelajar duduk mengelilingi guru dengan cermat mendengarkan perintah – perintah guru dalam B2. Pelajar didorong memberikan respon dengan cermat tanpa ragu – ragu dengan melakukan perintah itu. Perintah itu mula – mula pendek – pendek tetapi lama kelamaan merupakan kalimat yang lengkap.
2)   Produksi : Menurut Asher yang dikemukakan oleh Hadley setelah latihan mendengarkan selama 10 jam, pelajar dianjurkan bertukar peran dengan guru dan memberikan perintah dalam B2. Pertukaran peran ini dilanjutkan dengan lakon pendek dan seterusnya dengan pemecahan masalah.
3)   Membaca dan menulis : Pendekatan ini sebenarnya tidak menyinggung kegiatan membaca dan menulis. Namun pada skhir pelajaran guru menuliskan struktur atau kata – kata B2, tanpa padannya dalam B1, dan pelajar mencatat dalam bukunya.
Metode ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengaktifkan para siswa karena situasi dalam kelas memang hidup memberi kesempatan pada siswa untuk mengujicobakan keterampilan mereka dengan cara yang kreatif.
3.      Grammar-Terjemahan
Metode grammar-terjemahan atau tata bahasa dan terjemahan merupakan metode yang diwarisi dari pola-pola pengajaran bahasa latin. Metode ini menekankan pada bagaimana membuat siswa menguasai aturan-aturan tatabahasa dan kosa kata dengan memberikan daftar kosakata dan artinya kepada siswa untuk digunakan didalam membaca teks tertulis dalam pelajaran. Aturan-aturan tatabahasa ini dipelajari secara deduktif (diberikan penjelasan dulu tentang maknanya baru kemudian diterapkan dalam praktek membaca/menulis). Para siswa menerjemahkan wacana-wacana dari bahasa target kebahasa pertama yang sudah ia kuasai dan sebaliknya. Dalam metode ini, kemampuan menyimak dan berbicara tidak dikembangkan.[8]


Adapun ciri-ciri utama metode grammar-terjemahan atau tata bahasa dan terjemahan adalah :
a.         Siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata yang diarahkan pada bacaan pelajaran yang bersangkutan.
b.        Siswa diberikan penjelasan tentang aturan-aturan dalam latihan penerjemahan yang merupakan kelanjutan penjelasan tata bahasa.
c.         Pemahaman terhadap kaidah-kaidah dan bacaan-bacaan diuji melalui terjemahan dari bahasa sasaran ke bahasa asli dan sebaliknya.
d.        Bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan.
e.         Sangat sedikit kesempatan bagi kegiatan praktek atau latihan menyimak dan berbicara.[9]
Langkah Pengajaran metode terjemahan dan tata bahasa menurut Krashen terdiri dari aktivitas berikut :[10]
1)      Penjelasan aturan tata bahasa dengan contoh kalimat.
2)      Pemberian daftar kosakata dalam 2 bahasa (bahasa ibu dan bahasa kedua).
3)      Bahan bacaan, yang menekankan pada aturan tata bahasa dan kosakata.
4)      Soal-soal latihan dirancang untuk latihan pada tata bahasa dan kosakata.
Metode ini memilki beberapa keunggulan antara lain:
1)      Kelas-kelas besar dapat diajar.
2)      Guru yang tidak fasih dapat dipakai.
3)      Cocok bagi semua tingkat linguistik.
Sementara kelemahan metode tata bahasa dan terjemahan ini antara lain:
1)      Secara linguistic dibutuhkan guru yang terlatih.
2)      Kebanyakan pokok bahasan (subjek matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang lain.
3)      Tidak sesuai bagi orang yang tuna-aksara.
4.      Langsung (Direct Method)
Metode pengajaran langsung (direct method) dikembangkan oleh Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, di Jerman menjelang abad ke-19. Faktor pendorong kemunculannya dilatarbelakangi oleh penolakan atau ketidakpuasan terhadap metode pengajaran tatabahasa dan terjemahan. Metode pengajaran langsung (direct method) merupakan salah satu metode pengajaran yang umumnya dipakai dalam sebuah pembelajaran bahasa kedua, di mana seluruh konstituen yang terlibat (pengajar dan pelajar), dalam proses pembelajaran bahasa kedua tersebut menahan diri untuk tidak menggunakan bahasa asli selain bahasa kedua yang diajarkan, sebagai contoh: pembelajaran bahasa Inggris bagi pelajar orang Indonesia. Di dalam proses pembelajaran bahasa Inggris tersebut baik pengajar (guru atau dosen) maupun pelajar menggunakan bahasa Inggris bukan bahasa Indonesia.
Guru mengajar tata bahasa secara induktif, siswa mencoba menebak aturan bahasa dengan contoh yang diberikan. Guru banyak berinteraksi dengan siswa, meminta mereka pertanyaan tentang topik yang relevan dan mencoba untuk menggunakan struktur gramatikal sehari-hari dalam percakapan.[11]
Karakteristik metode pengajaran langsung adalah sebagai berikut:[12]
a.    Pengajaran dilakukan secara induktif
b.    Pelajar mengetahui aturan melalui penyajian bentuk linguistik yang memadai dalam bahasa target.
c.    Bahasa asli tidak diperkenankan untuk dipakai.
d.    Terdapat asosiasi langsung antara kata-kata, kalimat-kalimat, dengan makna yang dimaksud melalui peragaan/demonstrasi, gerakan, mimik muka, gambar, bahkan alam nyata. Atas dasar ini proses belajar dapat dilakukan baik didalam kelas maupun diluar kelas.
e.    Untuk memantapkan pelajar dalam menguasai bahasa asing yang dipelajari, pengajar memberikan latihan berulang-ulang dengan contoh dan hapalan.
f.      Sentralitas pada bahasa lisan termasuk pengucapannya.
g.    Kesalahan yang terjadi diperbaiki pada saat pembelajaran.
Ciri utama metode ini adalah :
a)      Belajar bahasa harus dimulai dengan sesuatu yang dekat dengan menggunakan benda – benda di kelas serta tindakan sederhana.
b)      Pelajaran dengan metode ini sering menggunakan gambar tentang kehidupan di masyarakat B2 untuk menghindari terjemahan yang sama sekali tidak boleh digunakan.
c)      Sejak mula pelajar mendengarkan kalimat – kalimat lengkap sederhana dan bermakna yang seringkali berbentuk tanya jawab.
d)     Metode ini sangat mementingkan ucapan yang tepat telah dimulai sejak awal pelajaran. Untuk itu sering digunakan lambang – lambang fonesis.
e)      Kaidah tata bahasa tidak diajarkan sendiri, melainkan melalui latihan. Pelajar diharapkan menggeneralisasikan kaidah – kaidah itu melalui metode induktif. Jika terpaksa, tata bahasa diajarkan dalam B2.
f)       Pemahaman bacaan juga diperoleh melalui pemahaman : “ langsung “ terhadap teks tanpa harus menerjemah.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengajaran Langsung, yaitu:[13]
a.       Kelebihan
1)      Dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara, sebab prioritas utama memang menyimak dan berbicara.
2)       Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan belajar di alam nyata para pelajar bisa mengetahui bayak kosa kata.
3)      Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru para pelajar bisa memiliki lafal yang relatif lebih mendekati penutur asli.
4)      Para pelajar banyak mendapat latihan dalam bercakap-cakap, khususnya mengenai topik-topik lain.
5)      Terjadi banyak interaksi antara guru dan siswa.
6)      Siswa lagsung mengerti kesalahan yang dibuat karena langsung diperbaiki.
7)      Pengajaran bahasa kedua lebih intensif karena metode pengajaran langsung diterapkan dalam kelas kecil.
b.       Kelemahan
1)      Metode ini tidak berjalan mulus bagi sekolah-sekolah publik, dikarenakan oleh hambatan anggaran, ukuran ruang kelas, waktu, dan latar belakang guru.
2)      Metode ini lemah fondasi teoritisnya sehingga jika terdapat keberhasilan yang ditunjuk berperan adalah keterampilan umum dan kepribadian guru, bukan metodologinya.
3)      Metode ini tidak cocok diterapkan pada kelas besar.
4)      Metode ini mengharuskan guru memiliki kemampuan berbicara, pengetahuan, dan kemahiran dalam menyajikan materi.
5)      Kesalahan penafsiran dalam bahasa kedua bisa terjadi.
5.      Audio-Lingual
Metode ini dikembangkan berdasarkan pandangan empiris tentang bahasa , teori yang mendasari metode ini berakar pada aliran psikologi dan linguistik. Yang berkembang pada tahun 40 – an dan 50 – an. Metode audio-lingual menekankan pada pentingnya pola bahasa dalam pengajaran serta memandang bahasa lisan sebagai bentuk komunikasi yang paling utama.
Siswa belajar bahasa sebagai kebiasaan dengan cara mempraktekkan pola-pola kalimat, seperti lewat latihan berulang (repetition drill, latihan yang persis dengan model yang diberikan oleh guru), dan latihan transformasi (latihan yang berbeda dari model yang diberikan guru; siswa diminta untuk melakukan operasi seperti penggantian, pengulangan kembali, pengisian, ekspansi, meringkas atau mengintegrasikan). Metode ini sering dikenal dengan nama metode aural – oral.
Ciri – ciri utamanya adalah :
a.       Pada dasarnya bahasa adalah lisan.
b.      Bahasa adalah kebiasaan.
c.       Yang harus diajarkan adalah bahasa bukan pengetahuan bahasa.
d.      Setiap bahasa berbeda dengan bahasa lain.
Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, metode audio-lingual juga memilki keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan metode audio lingual antara lain:
1)      Dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang.
2)      Memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara.
3)      Sesuai bagi semua tingkatan siswa.
Kelemahan metode audio-lingual yaitu:
1)      Dibutuhkan guru yang trampil dan cekatan, ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah.
2)      Kurang sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan.
6.      Suggestopedia
Metode Sugestopedia adalah metode pengajaran yang menggunakan teknik-teknik relaksasi dan konsentrasi untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah sadarnya untuk menambah kemampuannya mengingat lebih banyak kosakata dan struktur.[14]
Ciri utama dari pendekatan ini adalah:
a.       penciptaan suasana pembelajaran yang "sugestif".
b.      merangsang pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya yang lembut, musik barok, tempat duduk yang nyaman, dan teknik-teknik dramatis yang dilakukan guru untuk menyajikan materi bahasa.
Kegiatan pengajaran dengan metode ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1)      Pertama, siswa membaca materi pelajaran sebelumnya melalui percakapan, permainan atau skit (drama humoris yang pendek).
2)      Berikutnya, bahan baru disajikan melalui dialog-dialig panjang yang didasarkan pada situasi nyata. Tahap ini diikuti dengan "active concert" dan "passive concert".
3)      Sesi ketiga disebut fase aktivasi (activation phase). Pada tahap ini diberikan penguatan terhadap materi baru yang sudah dipelajari pada fase kedua.
7.      Komunitas Pebelajar Bahasa (Community Language Learning)
Komunitas pebelajar bahasa (Community Language Learning) merupakan sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam mempromosikan belajar kognitif. Guru perlu memerhatikan kebutuhan individual dari para siswa serta apa ketakutan-ketakutan atau masalah-masalah siswa dalam pembelajaran. Dengan membangkitkan perasaan diterima oleh lingkungan (sense of community) dalam diri siswa maka guru bisa mengarahkan energi positif siswa pada pembelajaran bahasa.
Ciri utama pendekatan Community Language Learning antara lain:
a.       guru bertindak sebagai “knower/councelor”.
b.      guru menyediakan bahasa yang dibutuhkan siswa untuk mengekspresikan diri.
c.       kelas terdiri dari enam sampai duabelas pelajar yang duduk dalam suatu lingkaran kecil dengan seorang atau dua orang guru yang berdiri di luar lingkaran dan siap membantu.
d.      teknik-teknik dipakai dapat mungkin mengurangi kegelisahan dalam kelompok dan meningkatkan pengekspresian gagasan dan perasaan secara bebas.
Keunggulan metode ini adalah bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi personal (personal interaction).


Sementara kelemahan metode ini adalah :
1)      bahwa metode ini hanya dapat dipakai untuk kelompok kecil saja.
2)      dibutuhkan guru yang terampil dalam bidang linguistik.
3)      percakapan kerapkali terasa dipaksakan atau terasa kaku, atau sebaliknya terasa muluk-muluk dan tidak wajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar